Dialog Ketidaktahuan I

"Hi, tidurlah! Hari sudah larut, istirahat sejenak. Nanti kembali lagi, dengan ikhtiar-mu yang terbatas dan tidak pernah optimal itu." Sebagian dari diriku berkata, dengan intonasi lemah lembuh setengah menghasut. 

Tidur? Bagaimana bisa? Waktu-ku terbatas. Rasanya sia-sia kalau dihabiskan hanya untuk tidur. Aku berkata dalam hati. 

Lalu, aku intropeksi sejenak. Melihat kembali bagaimana aku menghabiskan waktu, melewati pagi, siang dan malam hari. Ah, terlalu banyak yang sia-sia. Bahkan, aku melihat kenyataan bahwa diriku hidup dalam ketidaktahuan. Miskin pengetahuan, minim ilmu, tidak memiliki spesialisasi kemampuan. Bahkan sedihnya, aku tidak memiliki keinginan. 

"Kamu bagaimana mau punya keinginan, memang hidupmu ini punya tujuan? Apa tujuanmu hidup? Ha!" Sebagian dari dirimu nyeletuk. Menambah keruwetan dengan pertanyaannya, dan memaksaku berpikir lebih jauh. Melintasi ruang waktu, guna menemukan titik balik pada diriku. Karena ingin menyanggah pertanyaan sialan itu dengan jawaban yang meyakinkan, bahwa diriku punya tujuan hidup. 

Aku mengoperasikan database pikiran, membuka lembaran arsip. Mencoba menemukan jawaban dengan fitur search dengan keyword yang tepat. Ah, not found. Aku pun mulai ragu, dan bertanya pada diri sendiri "Apa benar aku hidup selama ini tanpa tujuan? Atau hidup ini ku jalani tanpa tujuan?" Karena sekarang era teknologi, aku pun berusaha mencari jawaban dengan gadgetku. Penasaran melihat orang lain, apakah mereka memiliki tujuan hidup. Jika iya, seperti apa tujuan hidup mereka. Jika tidak, mungkin memang hidup itu gak perlu punya tujuan. 

Setelah beberapa menit melakukan riset, aku pun menyimpulkan bahwa tujuan hidup dapat dibagi berdasarkan rentang waktu; jangka pendek, menengah dan panjang. Dalam rentang waktu itu, dapat dibagi lagi berdasarkan skala prioritas. "Sok tau, tujuan hidup itu cuma satu. Tidak dibagi-bagi, tidak ada rentang, tidak ada prioritas. Bagaimana dibagi dengan rentang waktu, kalo tidak ada yang mengetahui 'menit bermainnya', dan jika berdasarkan prioritas, apa yang lebih penting selain 'tetap hidup' dalam hidup ini?" Sebagian diriku kembali mengajukan pertanyaan sekaligus pernyataan. Bangsat!  

Aku pun kembali pada pernyataan awal, sanggahanku yang menolak tidur, menolak hasutan dari sebagian diriku. "Tidur? Bagaimana bisa? Waktu-ku terbatas. Rasanya sia-sia kalau dihabiskan hanya untuk tidur." Aku menolak tidur, dengan alasan sia-sia waktuku yang terbatas ini, jika dihabiskan hanya untuk tidur. Tetapi, aku dalam menjalani hidup ini tidak punya keinginan dan tujuan. Jadi gimana?

Sebagian dari diriku pun terdiam. Aku terjebak dalam hal yang banyak orang menganggapnya tidak penting. Atau banyak orang lain bahkan sudah selesai dengan dirinya. Dan aku masih disini, dengan ketidaktahuan. Beserta pertanyaan dan pernyataan sialan yang tidak dapat aku bantah. Terdengar suara ayam berkokok, jam dinding menunjukkan pukul 1 dini hari. Jangan heran, ayam dirumahku terkadang suka berkokok tengah malam. Jangan dibahas, nanti makin ruwet pikiranku. 

Akhirnya, aku memutuskan untuk menuruti hasutan dari sebagian diriku untuk tidur. Tiba-tiba muncul pertanyaan, "Mengapa sebagian diriku menyuruhku tidur dengan dalih istirahat sejenak, nanti kembali lagi dengan ikhtiar-mu yang terbatas dan tidak pernah optimal itu?" Tidak ada jawaban untuk pertanyaan itu, maka tidak ada pembahasan dan aku memejamkan kedua mata. Berharap menemukan jawaban dari keruwetan pikiranku dalam mimpi. Tetapi, mana bisa?

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wahai kalian yang merasa, bacalah! Mahasiswa Angkatan 2011 Diimbau segera selesaikan kuliah

Biar Tuhan yang Menilai, Ragam Ekspresi Beragama