Perenungan itu adalah Mengaca Format Keberagaman Karya M. Ridwan Lubis


Sebuah pertanyaan yang menjadi dilema dalam kehidupan beragama. Apakah seorang sudah menekuni pelaksanaan ajaran agama dalam kehidupannya berbanding lurus dengan prestasi yang dihasilkannya dalam perjalanan kehidupan? Ternyata jawabannya sering mengecewakan. Artinya, sekalipun seorang telah berupaya melaksanakan ajaran agama dalam tata ritual, tetapi ternyata dalam kehidupan sosial wacana keberagamaan yang demikian belum membawa dampak penguatan kesalehan sosial. Hal itu tidak bisa diabaikan adanya wawasan Keberagamaan yang lebih menekankan pelaksanaan formalitas agama yang belum menyatu dengan nilai Keberagamaan. Apakah manusia mampu menjalankan kehidupan beragamanya selaras dengan hubungan sosial dalam suatu keberagaman?

Makna agama dalam kehidupan manusia adalah penjelasan terhadap arti dasar kehidupan (the ground of meaning). Manusia sesungguhnya bisa mengetahui yang baik dan buruk. Namun, ia tidak tahu apakah hal itu makna sesungguhnya (laten) atau masih informasi di permukaan (manifes). Akal manusia luput dari pengetahuan terhadap sesuatu arti di balik kebaikan dan keburukan itu. Akibatnya, manusia terkecoh dengan berhenti pada hal-hal yang sifatnya indrawi. Padahal ada makna lebih mendasar dan itulah yang menawarkan kenikmatan hidup. Di sinilah agama menyodorkan sesuatu yang amat berharga bagi manusia, yaitu nilai yang tidak bisa ditakar maknanya. Agama memberikan apa yang dibutuhkan manusia, dan harus kita akui bahwa agama yang dapat membuat manusia menjadi lebih manusiawi dalam bersikap dan bersifat serta menumbuhkan kesadaran dalam menjalin hubungan sosial antar manusia.

Jadi, Seorang yang telah memahami arti dari makna kehidupan yang baik maupun buruk akan mendorong manusia sekalipun harus bersusah payah mengejar perbuatan baik dan menjadikannya sebagai perilaku baru (novum habitus). Karena dengan menjadikan kebaikan sebagai perilaku yang baru, maka kehidupan seorang manusia selalu diliputi optimisme atau tidak mudah diganggu oleh berbagai pesimisme. Sekalipun manusia bertujuan baik, akan tetapi kemungkinan besar di dalam perjalanan kehidupan akan menghadapi sejumlah tantangan. Orang yang telah sampai pada pemahaman, penghayatan terhadap nilai kebaikan, maka dengan sendirinya akan terus melangkah pada pelaksanaan sesuatu yang diyakininya sebagai kebenaran. Menyadai hal itu maka seharusnya kita yang telah memiliki pedoman dalam menjalani kehidupan dapat menjadi itu sebagai tolak ukur atas tindakan dan dapat dijadikan acuan dalam pengambilan setiap keputusan. 





Agama telah menawarkan argumen moral yang disebut taqwa  sebagai sumber kebenaran

Kebenaran moral menjadi suatu pemuas dahaga kehidupan. Karena dengan adanya moral, maka seorang manusia akan dengan sabar menekuni perjalanan kehidupan dan menyadari apa yang sedang dihadapi sekarang ini tidak lebih dari sekadar pengantar kepada alam lain yang disebut eskatologis, yaitu penjelasan kehidupan pasca­duniawi. Hal ini yang menjadi landasan pemikiran dari beberapa golongan yang telah menjalin hubungan sosial, karena dalam penjelasannya kehidupan pascaduniawi lebih lama bahkan abadi tidak seperti kehidupan dunia yang sifatnya sementara. 

3 Prinsip Keberagaman itu tersimpul dalam 3 Hal; yaitu mengetahui dengan sebenarnya pola hubungan manusia dengan Tuhan, sifat perbuatan baik dan terbaik yang harus dipilih manusia dan terakhir, serta kemauan manusia untuk merasakan nikmat (dzauq) dari keberagamaan itu. 

Tentang unsur yang pertama, yaitu pola hubungan manusia dengan Tuhan. Artinya manusia harus menyadari bahwa kedudukan perbuatan manusia (afal al ibad) tidak lebih dari daya sifatnya metaforis karena sesungguhnya yang berbuat itu adalah Tuhan. Prinsip kedua adalah setiap orang hendaklah berupaya untuk selalu berada di jalur baik (al solah) dan yang terbaik (al ashlah). Karena di samping itu, jalan yang paling selamat, di balik itu juga manusia akan diliputi ketenangan batin terlepas dari berbagai keluh kesah keduniaan. Prinsip ketiga adalah kehidupan yang dirajut dengan perilaku indah, maka akan diliputi ketenangan batin yang amat dahsyat. 
Lalu, mengapa seorang yang sepintas telah menjadi pengamal agama secara formal, tetapi tidak menunjukkan perilaku baik? Jawaban selengkapnya ada pada artikel aslinya "just click" http://www.uinjkt.ac.id/id/mengaca-format-keberagamaan-kita/

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wahai kalian yang merasa, bacalah! Mahasiswa Angkatan 2011 Diimbau segera selesaikan kuliah

Biar Tuhan yang Menilai, Ragam Ekspresi Beragama